ad

Terungkap, Pemikiran RA Kartini yang JAUH Melampaui Jamannya


GELORANUSA.COM . Hari Kartini baru saja diperingati 21 April lalu. Raden Adjeng Kartini merupakan seorang wanita yang lahir dari keturunan bangsawan Jawa. Ia sangat peduli dengan dunia pendidikan dan martabat kaum wanita. Meskipun dipingit, perhatian Kartini pada pendidikan dan wanita tidak lenyap. Perjuangan nyata Kartini semakin terlihat setelah menikah, karena ia berkesempatan mendirikan sekolah. Sayangnya, Kartini meninggal di usia yang masih sangat muda, yaitu 25 tahun.

Setelah ia meninggal, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda, Mr. J.H Abendanon, mulai membukukan surat-surat Kartini kepada teman-temannya di Eropa dengan judul “Door Duisternis Tot Licht” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Surat-surat itu sangat menarik jika dibaca, karena banyak aspek yang bisa kita cermati di zaman itu…





1. Agama yang Dianut

Kartini dibesarkan dalam keluarga yang menganut agama Islam. Ia cukup paham larangan dan ajaran yang ada dalam agama ini, meskipun ia memiliki kerinduan untuk mengenal lebih dalam agama yang dianutnya. Mengenai agama, Kartini mempertanyakan bahwa benarkah agama itu berkah bagi umat manusia. Ia mempertanyakan hal tersebut, karena yang ia baca dan lihat selama ini dalam masyarakat adalah perpecahan dan dosa yang terkait dengan agama.

Hal tersebut diungkapkan Kartini melalui kalimat “Ya Tuhan, kadang-kadang saya berharap, alangkah baiknya, jika tidak pernah ada agama. Sebab agama yang yang seharusnya mempersatukan semua manusia, sejak berabad-abad lalu menjadi pangkal perselisihan dan perpecahan, pangkal pertumpahan darah. Agama yang harusnya menjauhkan kita dari berbuat dosa, justru menjadi alasan yang sah kita berbuat dosa.” (6 November 1899)

2. Pandangan Kemasyarakatan

Pada surat Kartini di pertengahan tahun 1900, terlihat bahwa Kartini merasa putus asa dengan pandangan masyarakat tentang wanita dan adat istiadat. Kutipannya: “Tolong kami untuk memberantas sifat egois laki-laki yang tidak mengenal segan itu: iblis, yang ratusan tahun mendera, menginjak-injak perempuan sedemikian rupa. Karena terbiasa dengan aniaya itu, perempuan tidak memandangnya lagi sebagai ketidakadilan. Selain dengan rasa menyerah dan tawakal menerimanya sebagai sesuatu yang wajar. Laki-laki adalah biang penderitaan perempuan. Saya merasa putus asa. Dengan rasa pedih perih, saya pelintir tangan saya menjadi satu. Sebagai manusia, saya merasa tidak mampu melawan kejahatan berukuran raksasa itu seorang diri, lebih-lebih dilindungi oleh ajaran Islam dan dihidupi kebodohan perempuan itu sendiri!” (Agustus 1900)

Kartini sangat menaruh perhatian kepada para wanita, terlihat dari kutipan “Saya sayang kepada perempuan, dan menaruh perhatian besar kepada nasibnya. Tak terbilang perempuan yang ditindas. Suatu perlakuan yang masih ada di berbagai negeri hingga kini. Saya bela dia dengan senang dan setia.” (Agustus 1900)

3. Karir atau Pekerjaan

Kartini pada suratnya tanggal 6 November 1899 mengatakan bahwa jika ia tidak dapat menjadi apa yang ia inginkan, ia akan menjadi koki saja. Hal ini dikarenakan Kartini berpikir bahwa di mana pun koki yang bagus akan selalu terpakai. Pada suratnya di awal tahun 1900, diketahui bahwa Kartini sebenarnya ingin sekali menjadi guru. Kutipannya: “Sementara saya sendiri ingin belajar menjadi guru, agar dapat menngajarkan kepada calon ibu — di samping ilmu pengetahuan — juga pengertian kasih dan keadilan seperti yang kami ketahui dari orang-orang Eropa.”

4. Gaya Hidup atau Falsafah Hidup

Kartini hidup di zaman yang masih ketat dengan adat istiadat, sehingga pada saat sahabat penanya, Stella, bertanya tentang bagaimana jika Kartini memeluk orang tuanya tanpa izin, Kartini hanya menjawab “Mencium tidak biasa dalam dunia Jawa.” Kedekatan dengan orang tua pada zaman itu tidak dapat diekspresikan melalui sentuhan fisik, karena bisa dianggap tidak menghormati atau tidak sopan.

5. Menjalin Hubungan dengan Lawan Jenis

Kartini sangat tidak setuju dengan pernikahan yang berdasarkan perjodohan dari orang tua. Ia menganggap bahwa orang tidak dapat memiliki pernikahan yang baik jika mereka tidak mengenal satu sama lain. Selain itu, ia pun masih mempertanyakan tentang cinta dan hubungan dengan lawan jenis. Kutipannya adalah “Cinta. Apa yang kami pahami dari cinta? Bagaimana kami bisa mencintai seorang lelaki dan seorang lelaki mencintai kami, tanpa mengenal satu sama lain. Bahkan, di antara kami tidak boleh melihat satu sama lain. Anak gadis dan anak muda dipisahkan!” (25 Mei 1899)

6. Pertemanan

Kartini sangat senang sekali jika memiliki teman kulit putih (dalam konteks ini yang dimaksud adalah orang Eropa, seperti orang Belanda), karena kehidupan bangsa barat tersebut lebih bebas dan tidak terikat dengan adat istiadat yang ketat. Kebetulan, masyarakat sekitar pada masa Kartini hidup juga terdiri dari orang Eropa (Belanda) dan masyarakat bumiputera (Jawa), sehingga ia sangat melihat dan merasakan perbedaan ketika bergaul dengan orang Jawa dan orang Eropa.

Perbedaan yang Kartini lihat dan rasakan saat bergaul dengan orang Jawa dan orang Belanda tersebut membuat Kartini ingin mengetahui lebih lanjut mengenai pekerjaan, pendidikan, komunitas, dan berbagai hal lain yang dapat dijalani oleh perempuan di negara Eropa, seperti Belanda. Keingintahuan itu Kartini ungkapkan melalui pertanyaan-pertanyaan kepada sahabat penanya, Stella.

Kalimat pertanyaan yang dilontarkan seperti “Saya ingin mendengar cerita tentang pekerjaan saudara, yang sepertinya menarik hati saya. Dan apakah saudara sudi menceritakan pada saya pendidikan sebelumnya?” (25 Mei 1899). Selain itu, ada juga kalimat lain yang Kartini lontarkan, yaitu “Berceritalah banyak kepada saya tentang cara kaum wanita di Belanda bekerja, berjuang, berpikir, dan merasai. Kami menaruh perhatian besar pada segala sesuatu mengenai Pergerakan Wanita.” (25 Mei 1899)

7. Hiburan Saat Dipingit

Sejak usia 12 tahun, Kartini sudah dipingit. Artinya, ia harus tinggal di rumah dan terasing dari dunia luar. Hal tersebut merupakan hal berat bagi Kartini, karena ia adalah sorang anak muda yang penuh gairah hidup. Untuk melewati masa-masa yang berat tersebut, Kartini menghabiskan waktu dengan membaca buku-buku atau surat kabar yang ada. Selain itu, ia juga menghabiskan waktu dengan bertukar cerita kepada sahabat penanya. Dua hal tersebut yang merupakan bentuk penghiburan bagi Kartini saat ia dipingit.

Kutipan kalimat yang menyatakan kebahagiaan Kartini karena masih bisa membaca dan bertukar cerita dengan sahabat penanya tertuang dalam kalimat “Suatu kebahagiaan besar bagi saya bahwa saya masih boleh membaca buku-buku Belanda dan berkorespondensi dengan kawan-kawan yang ada di Belanda. Semua itu merupakan satu-satunya penerangan dalam masa saya yang suram dan sedih.” (25 Mei 1899)


Sumber: http://www.nyoozee.com/wawasan/mencari-terang-lewat-isi-surat-r-a-kartini/

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Terungkap, Pemikiran RA Kartini yang JAUH Melampaui Jamannya"

Posting Komentar